Beragam opini publik muncul dari sejumlah kalangan terkait putusan pembubaran Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Hingga kini, putusan ini masih jadi perbincangan hangat di hampir semua lapisan masyarakat. Kendati menuai pro dan kontra, kebijakan Mahkamah Konstitusi (MK), yang menghapus SBI-RSBI ini banyak yang menganggap membuka ruang baru bagi kompetisi antar sekolah yang lebih sehat, selain itu pemerintah juga bisa lebih fokus mengejar pencapaian Standar Nasional Pendidikan karena Segala dana dan tenaga yang selama ini terserap untuk kepentingan pengembangan RSBI-SBI, bisa diproyeksikan untuk kepentingan Pemenuhan Standar Nasional Pendidikan.
Putusan MK ini berawal dari pengujian pasal 50 ayat 3 UU No.20 Tahun 2003 ini diajukan oleh sejumlah orang tua murid dan aktivis pendidikan. Mereka adalah Andi Akbar Fitriyadi, Nadia Masykuria, Milang Tauhida (orang tua murid), Juwono, Lodewijk F Paat, Bambang Wisudo, Febri Antoni Arif (aktivis pendidikan). Mereka menilai pasal yang mengatur penyelenggaraan satuan pendidikan bertaraf internasional itu diskriminatif. Keberadaan pasal itu menimbulkan praktek perlakuan yang berbeda antara sekolah umum dan RSBI-SBI. (republika.co.id).
Mahkamah Konstitusi hari Selasa, 8 Januari 2013 yang membatalkan pasal 50 ayat 3 UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, karena bertentangan UUD 1945.
Beberapa hal yang menjadi pertimbangan Mahkamah Konstitusi untuk membatalkan pasal ini dan mengabulkan seluruh permohonan judicial review dari para penggugat adalah:
- Biaya yang mahal mengakibatkan adanya diskriminasi pendidikan.
- Pembedaan antara RSBI-SBI dengan non RSBI-SBI menimbulkan adanya kastanisasi pendidikan.
- Bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar dalam tiap mata pelajaran dalam sekolah RSBI-SBI dianggap dapat mengikis jati diri bangsa dan melunturkan kebanggaan generasi muda terhadap penggunaan dan pelestarian bahasa Indonesia sebagai alat pemersatu bangsa. (diolah dari: kompas. com)
Berikut ini kutipan bunyi pasal 50 ayat 3 UU No.20 Tahun 2003 yang digugat dan kini dinyatakan tidak berlaku lagi:
“Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional.”
Pasal inilah yang menjadi dasar bagi pemerintah untuk membuka Sekolah Bertaraf Internasional – Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI-RSBI)
Terkait putusan itu, akademisi STAIN Kudus berharap bisa menjadi pelajaran berharga bagi DPR dan Pemerintah. "MK telah mengabulkan uji materi terhadap Pasal 50 ayat 3 Undang Undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas)," jelas pakar pendidikan STAIN Kudus, Dr M Saekan Muchith SAg MPd.
"Di sisi lain, DPR harus cermat dalam mengesahkan sebuah Undang-Undang (UU). Ke depan, DPR harus lebih cermat dan hati-hati dalam mengesahkan sebuah UU, supaya tidak menjadi preseden buruk bagi kehidupan bangsa dan negara," tegas Pembantu Ketua (Puket) I STAIN Kudus itu.(suaramerdeka.com)
Memang benar, sebelum UU tentang Sisdiknas mengenai adanya RSBI/SBI ini disyahkan untuk dilaksanakan tentu melalui pembicaraan antara pemerintah dan DPR sebagai representasi dari kehendak semua rakyat. jadi saya kira dalam hal ini tidak ada yang perlu disalahkan. tetapi seharusnya ini menjadi pelajaran bagi semua pihak terutama bagi pemangku kebijakan hendaknya memiliki dasar yang kuat dalam membuat suatu kebijakan dan yang penting jangan sampai menimbulkan diskriminasi.
RSBI-SBI ataupun sekolah biasa pada hakekatnya kalau tolak ukurnya dalah prestasi saya kira sama saja, sekolah biasapun kalau memang prestasinya bagus saya yakin bisa go internasional, dari pada status internasional tapi prestasi biasa-biasa saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar