Jumat, 04 Januari 2013

Menjadi Umat yang Membaca

Seorang tokoh Yahudi mengatakan, “Kami tak akan pernah takut kepada umat Islam, karena mereka bukan umat yang membaca.”

Sahabatku yang semoga dicintai Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Dalam sebuah kesempatan kita sering menemukan orang-orang yang menempatkan kegiatan membaca pada kegiatan hobi semata, bukan menjadi bagian kegiatan pokok dalam hidupnya. Padahal kalau kita renungkan mengenai manfaatnya akan jauh lebih banyak dari madhorotnya. Contohnya, dengan banyak membaca kita akan memperolah banyak informasi yang kita butuhkan dalam kehidupan kita, selain itu dengan banyak membaca pula kita dapat memperoleh banyak referensi dalam memecahkan berbagai persoalan dalam hidup. Dan banyak lagi manfaat yang tiap orang punya definisi tersendiri.

Mengenai membaca ini, perlu kiranya kita alihkan menjadi kegiatan harian kita. Seperti yang telah dicontohkan oleh para salafus shalih yang kesehariannya tidak lepas dari membaca. Salah seorang dari mereka bertutur:

Kami memiliki teman yang tak pernah membosankan

Yang selalu setia memenuhi panggilan saat menyendiri atau sebaliknya

Senantiasa memberikan kami ilmu orang-orang terdahulu yang sangat bermanfaat

Mereka cerdas, beradab, dan idenya sangat cemerlang

Tak ada kejahatan yang kami khawatirkan, tidak pula buruknya pergaulan

Tak kami takuti lisannya akan mencela, tidak pula tangannya akan memukul

Kalau engkau menganggapnya mayat, tidaklah engkau orang yang dusta

Tapi bila menganggapnya hidup, engkaupun tidaklah salah

***

Sungguh, tinta yang menemaniku sepanjang hari

Lebih aku cintai daripada mesranya seorang kekasih

Bungkusan kertas di rumahku

Lebih aku senangi daripada harumnya aroma parfum

Tamparan seorang alim di pipiku

Lebih kunikmati daripada secangkir minuman

***

Sebaik-baik kekasih dan teman adalah buku

Engkau bisa berduaan dengannya saat semua kawan mengkhianati

Ia takkan membongkar rahasiamu, tak pula menjelek-jelekkanmu

Yang kau dapatkan darinya hanyalah kebijaksanaan dan kebenaran

Amr bin ‘Ala mengatakan, “Setiap kali saya mengunjungi seorang lelaki atau melewati rumahnya dan sesampai di pintu saya melihat ia sedang mengamati catatan, sementara teman duduknya tidak ada.

Maka saya berkesimpulan bahwa orang ini lebih pintar daripada saya. Suatu ketika ada yang bertanya kepada lelaki tersebut, “Apa yang membuatmu bahagia?” maka, lelaki itu memegangi buku-bukunya, lalu ia menjawab, “Buku-buku ini.” Ditanya lagi, “kalau dari kalangan manusia, siapa yang membuatmu bahagia?” ia menjawab, “Orang-orang yang ada dalam buku ini.”

Salah seorang dari mereka pernah ditanya, “Tidakkah Anda merasa kesepian?” Ia menjawab, “Apakah orang yang memiliki semua kebahagian akan kesepian?” Lalu, ia ditanya lagi, “Apa yang dimaksud dengan kebahagiaan?” Ia menjawab, “Buku-buku.”

Ada yang berkata kepada Abul Walid, “Anda selalu saja membawa buku. Padahal, Anda adalah orang yang berwibawa.” Ia menjawab, “membawa buku adalah bagian dari kewibawaan.”

Banyak lagi kisah dan penuturan mereka tentang kesungguhan dalam mencari ilmu melalui membaca buku-buku. Nah, bagaimana dengan kita para generasi muslim saat ini? Sudahkah kita menempatkan buku sebagai konsumsi yang pokok?

Rasanya ungkapan seorang Yahudi tentang umat Islam dalam membaca, harus menjadi cambuk bagi kita yang masih bermalas-malasan dalam membaca. “Kami tak akan pernah takut kepada umat Islam, karena mereka bukan umat yang membaca.” Mungkin benar, salah satu penyebab ketertinggalan kita dalam segala bidang karena kualitas kesungguhan kita dalam membaca dan mencari ilmu masih rendah. Padahal, kalau kita teliti kembali mengenai sejarah diturunkannya Al-Qur’an kepada Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam diawali dengan seruan Allah Subhanahu Wa Ta’ala untuk membaca,

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Mulia. Yang mengajar (manusia) dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya….” (Q.S. Al-‘Alaq: 1-5)

Maka, masihkah kita ingin menjadi generasi muslim yang kurang sungguh-sungguh dalam membaca?

Dalam buku Spiritual Reading, Dr. Raghib As-Sirjani menuturkan sebagian tentang  kaitan antara pentingnya membaca dengan Al-Qur’an.

Sesungguhnya, Al-Qur’an berjumlah lebih dari 77.000 kata. Di antara kata-kata ini ada kata, “Bacalah..” dan ia merupakan wahyu pertama kali turun. Sebagaimana juga tercantum ribuan kalimat perintah dalam Al-Qur’an, “Dirikanlah shalat,” “Tunaikanlah zakat,” “berjihadlah di jalan Allah,””dan suruhlah berbuat baik dan cegahlah dari yang mungkar,” “bersabarlah atas musibah yang menimpamu,” bersedekahlah dengan rizki yang diberikan kepadamu,” “bertaubatlah kepada Allah,” dan masih banyak lagi. Di antara kalimat-kalimat ini, ada kalimat perintah yang turun pertama kali, yakni kalimat, “Bacalah!” kalimat ini tidak cukup pada kalimat pertama saja, tapi lima ayat yang pertama dari Al-Qur’an semua berbicara tentang membaca, dan kalimat “Bacalah!” diulang sampai dua kali dalam surah Al-‘Alaq.

Sungguh, tidak ada keraguan bahwa di sana banyak cara untuk belajar, seperti dengan mendengar, melihat, pengalaman, dan latihan. Akan tetapi, sarana yang paling agung tetap “membaca.” Dengan hal ini, seakan Allah mengajarkan kepada kita, bahwa meskipun di sana ada sarana yang banyak untuk belajar; namun kita harus tetap membaca. Maka, membaca merupakan konsep hidup seorang muslim bukan hanya sekedar hobi.

Penulis “Mu’adz bin Jabal”

Demikian artikel mengenai pentingnya membaca sehingga di harapkan kita semua akan menjadi umat yang membaca, semoga ada manfaatnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar