Dalam draft Pengembangan Kurikulum 20013 diisyaratkan bahwa proses pembelajaran yang dikehendaki adalah pembelajaran yang mengedepankan pengalaman personal melalui observasi (menyimak, melihat, membaca, mendengar), asosiasi, bertanya, menyimpulkan, dan mengkomunikasikan. Disebutkan pula, bahwa proses pembelajaran yang dikehendaki adalah proses pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student centered active learning) dengan sifat pembelajaran yang kontekstual. (Sumber: Pengembangan Kurikulum 20013, Bahan Uji Publik, Kemendikbud)
Apakah ini sesuatu yang baru dalam pendidikan kita? Saya meyakini, secara konseptual proses pembelajaran yang ditawarkan dalam Kurikulum 2013 ini bukanlah hal baru. Jika kita cermati kurikulum 2004 (KBK) dan Kurikulum 2006 (KTSP), pada dasarnya menghendaki proses pembelajaran yang sama seperti apa yang tersurat dalam Kurikulum 2013 di atas. Pada periode KBK dan KTSP, kita telah diperkenalkan atau bahkan kebanjiran dengan aneka konsep pembelajaran mutakhir, sebut saja: Pembelajaran Konstruktivisme, PAKEM, Pembelajaran Kontekstual, Quantum Learning, Pembelajaran Aktif, Pembelajaran Berdasarkan Masalah, Pembelajaran Inkuiri, Pembelajaran Kooperatif dengan aneka tipenya, dan sebagainya.
Jika dipersandingkan dengan Kurikulum 2013, konsep-konsep pembelajaran tersebut pada intinya tidak jauh berbeda. Permasalahan muncul ketika ditanya, seberapa jauh konsep-konsep pembelajaran mutakhir tersebut telah terimplementasikan di lapangan?
Berikut ini sedikit cerita saya tentang contoh kasus implementasi pembelajaran mutakhir selama periode KBK dan KTSP, yang tentunya tidak bisa digeneralisasikan. Dalam berbagai kesempatan saya sering berdiskusi dengan beberapa teman guru, dengan mengajukan pertanyaan kira-kira seperti ini:
“Anggap saja dalam satu semester terjadi 16 kali pertemuan tatap muka, berapa kali Anda melaksanakan pembelajaran dengan menerapkan konsep pembelajaran mutakhir?”
Jawabannya beragam, tetapi sebagian besar tampaknya cenderung menjawab bahwa pendekatan yang sering digunakan adalah pendekatan pembelajaran konvensional dengan kekuatan intinya pada penggunaan metode ceramah (Chalk and Talk Approach).
Berkaitan dengan permasalahan implementasi pendekatan dan metode pembelajaran mutakhir dalam KBK dan KTSP, setidaknya saya melihat ada 2 (dua) sisi permasalahan yang berbeda, tetapi tidak bisa dipisahkan:
1. Masalah keterbatasan keterampilan (kemampuan).
- Kategori Berat, yaitu mereka yang menunjukkan ketidakberdayaan. Jangankan untuk mempraktikan jenis-jenis pembelajaran mutakhir, mengenal judulnya pun tidak. Yang ada dibenaknya, ketika mengajar dia berdiri di depan kelas – atau bahkan hanya duduk di kursi guru- sambil berbicara menyampaikan materi pelajaran mulai dari awal sampai akhir pelajaran, sekali-kali diselingi dengan tanya jawab. Itulah yang dilakukannya secara terus menerus sepanjang tahun
- Kategori sedang, Relatif lebih baik dari yang pertama, mereka sudah mengetahui jenis-jenis pembelajaran mutakhir tetapi mereka masih mengalami kebingungan dan kesulitan untuk menerapkannya di kelas, mereka bisa mempraktikan satu atau dua metode pembelajaran mutakhir tetapi dengan berbagai kekurangan di sana-sini.
2. Masalah keterbatasan motivasi (kemauan).
Untuk masalah yang kedua ini, pada umumnya dari sisi kemampuan tidak ada keraguan. Mereka sudah memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang pembelajaran mutakhir yang lumayan, tetapi sayangnya mereka kerap dihinggapi penyakit keengganan untuk mempraktikannya. Mereka memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari berbagai pelatihan dan workshop yang diikutinya. Sepulangnya dari kegiatan pelatihan, semangat mereka berkobar-kobar, nge-full bak batere HP yang baru di-charge, tetapi lambat laun semangatnya memudar dan akhirnya padam, kembali menggunakan cara-cara lama. Hasil pelatihan pun akhirnya menjadi sia-sia.
Kembali kepada persoalan Pendekatan dan Metode Pembelajaran dalam Kurikulum 2013. Pemerintah saat ini telah menyiapkan strategi pelatihan bagi guru-guru untuk kepentingan implementasi Kurikulum 2013 [lihat: Keberhasilan Kurikulum 2013]. Hampir bisa dipastikan, salah satu materi yang diberikan dalam pelatihan ini yaitu berkaitan dengan penguasaan pengetahuan dan keterampilan guru dalam mengembangkan pendekatan dan metode pembelajaran yang sejalan dengan Kurikulum 2013.
Pelatihan untuk penguatan keterampilan guru tentang teknis pembelajaran memang penting. Kendati demikian saya berharap dalam rangka implementasi Kurikulum 2013 ini, tidak hanya bertumpu pada sisi keterampilan saja, tetapi seyogyanya dapat menyentuh pula aspek motivasional. Dalam arti, perlu ada upaya-upaya tertentu untuk membangun kemauan dan komitmen guru agar dapat menerapkan secara konsisten berbagai pendekatan dan metode pembelajaran yang sejalan dengan tuntutan Kurikulum 2013. Bagi saya, upaya menanamkan dan melanggengkan motivasi dan komitmen ini tidak kalah penting atau bahkan mungkin lebih penting dari sekedar menanamkan kemampuan.
Jika ke depannya kita bisa secara konsisten menerapkan berbagai pendekatan dan metode pembelajaran yang sejalan dengan Kurikulum 2013, niscaya kehadiran Kurikulum 2013 akan lebih dirasakan manfaatnya. Dan tampak disini pula letak perbedaan yang sesungguhnya antara Kurikulum 2013 dengan Kurikulum sebelumnya. Tetapi jika tidak, lantas apa bedanya antara Kurikulum 2013 dengan Kurikulum sebelumnya?
Sumber: Akhmadsudrajat