Sahabat Abdima,
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di negara kita berasal dari mata pelajaran yang dikembangkan di beberapa negara yang aslinya bernama Social Studies atau Studi Sosial. Secara umum pendidikan IPS memiliki tujuan utama pendidikan kewarganegaraan. Istilah IPS untuk kurikulum di lembaga pendidikan kita baru digunakan sejak kurikulum tahun 1973. Sebelum itu istilah yang digunakan adalah Kewarganegaraan, yang digunakan sejak 1963. Sebelumnya, jadi setelah Indonesia merdeka sampai tahun 1963, istilah yang dipakai adalah Pengetahuan Umum.
Pada kurikulum 1984 dan 1994 istilah IPS merujuk pada salah satu mata pelajaran di tingkat SD dan SMP (Pendidikan Dasar). Sedangkan pada tingkat Sekolah Menengah Lanjutan digunakan istilah ilmu Sosial untuk program. Pada kurikulum 2004 posisi IPS di SD dan SMP masih sama dengan 1984 dan 1994. Sekolah Menengah Lanjutan khususnya SMA digunakan untuk program Ilmu Sosial dan Program Bahasa.
Marilah kita berangkat dari pengertian IPS atau Social Studies seperti yang dirumuskan oleh National Council of Social Studies (NCSS) sebagai berikut : Social studies is the integrated study of the social sciences and humanities to promote civic competence. Within the school program, social studies provides coordinated, systematic study drawing upon such disciplines as anthropology, archaeology, economics, geography, history, law, philosophy, political science, p sychology, religion, and sociology, as well as appropriate content from the humanities, mathematics, and natural sciences. The primary purpose of social studies is to help young people develop the ability to make informed and reasoned decisions for the public good as citizens of a culturally diverse, democratic society in an interdependent world.
Dirumuskan secara sederhana, IPS atau Social Studies merupakan telaah terpadu dari ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan untuk meningkatkan kompetensi kewarganegaraan peserta didik. Tujuan utamanya untuk membantu meningkatkan kemampuan, pengetahuan, dan ketrampilan generasi muda dalam membuat keputusan-keputusan rasional sebagai warga negara yang secara kultural memiliki keragaman, dan yang hidup dalam masyarakat demokratis di dunia yang saling tergantung.
Definisi yang kurang lebih sama berasal dari Wisconsin Model Academic Standards for Social Studies mendefinisikannya sebagai berikut :
Social Studies is the title used to describe the study of the social sciences and humanities. Within the curriculum, social studies provides coordinated, systematic study of information, skills, and concepts from the disciplines of history, geography, political science, economics, anthropology, psychology, law, archaeology, and sociology with attention also given to connections among the peoples and nations of the world, the effect of science and technology on society (and vice versa), and the ways to practice good citizenship. Social studies helps young people develop the knowledge and skills necessary to make informed and reasoned decisions as citizens of a culturally diverse, democratic society in an interdependent world.
Dengan kata lain pendidikan IPS merupakan pendidikan ilmu-ilmu sosial (social sciences education) yang dikembangkan untuk tujuan-tujuan pendidikan kewarga-negaraan seperti yang dikemukakan oleh Barr, Barth, dan Shermis (1978). Ketiga pemikir ini menyatakan bahwa Social Studies merupakan pengintegrasian ilmu-ilmu sosial dan budaya untuk tujuan kewarganegaraan. Dari definisi tersebut nampak, Barr dan kawan-kawan menekankan pada konsep-konsep ilmu-ilmu sosial, budaya, dan kewarganegaraan yang dipadukan. Hal ini lebih ditegaskan oleh Mehlinger (1987) bahwa studi sosial tanpa berintikan pendidikan kewarganegaraan akan kabur dan membingungkan.
Sejalan dengan itu, Fenton dalam bukunya, Teaching the New Social Studies (1967). berpendapat bahwa studi sosial bukanlah bidang studi yang tunggal seperti pelajaran Bahasa Inggris atau Matematika, tetapi merupakan sekelompok bidang studi yang saling berhubungan yang meliputi Ilmu Politik, Ekonomi, Sosiologi, Geografi, Antropologi, Psikologi, dan Sejarah. Tentu saja Fenton mengakui bahwa guru tidak mungkin mengajarkan semua bidang studi itu secara simultan, Oleh karena itu guru harus memilah dan memilihnya sesuai dengan tujuan dan kebijakan sekolah atau tujuan pendidikan pada umumnya (nasional).
Definisi yang cukup lengkap dari kalangan ahli IPS di Indonesia adalah yang dirumuskan oleh Djahiri dan Ma’mun dalam buku mereka “Pengajaran Studi Sosial/IPS” (1979 : 2) yakni, IPS merupakan ilmu pengetahuan yang memadukan sejumlah konsep pilihan dari cabang-cabang ilmu sosial dan ilmu lainnya yang kemudian diolah berdasarkan prinsip pendidikan untuk dijadikan program pengajaran pada tingkat persekolahan”.
Akhirnya perlu dikemukakan di sini definisi dari Muhammad Numan Somantri, salah seorang pakar pendidikan IPS di Indonesia, yang merumuskan Social Studies sebagai :”suatu penyederhanaan disiplin ilmu-ilmu sosial, ideologi negara, dan disiplin ilmu lainnya serta masalah -masalah sosial terkait, yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan pada tingkat pendidikan dasar dan menengah”.
Dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dijelaskan bahwa IPS merupakan bahan kajian yang wajib dimuat dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah yang antara lain mencakup ilmu bumi, sejarah, ekonomi, kesehatan dan lain sebagainya yang dimaksudkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis peserta didik terhadap kondisi sosial masyarakat (penjelasan pasal 37).
Ilmu Pengetahuan Sosial sebagai bahan kajian merupakan subject matter yang dapat dikemas menjadi satu atau beberapa mata pelajaran atau diintegrasikan dengan bahan kajian lain sesuai dengan kebutuhan pendidikan.
Dalam Permendiknas No 22 tahun 2006, (KTSP) dinyatakan bahwa IPS adalah mata pelajaran yang mempelajari kehidupan sosial yang didasarkan pada bahan kajian geografi, ekonomi, sosiologi, dan sejarah. Penjelasan di atas dapat diartikan bahwa IPS merupakan studi terintegrasi dari ilmu-ilmu sosial untuk membentuk warganegara yang baik, mampu memahami dan menganalisis kondisi dan masalah sosial serta ikut memecahkan masalah sosial kemasyarakatan.
Rumusan-rumusan di atas kiranya tidak begitu jauh berbeda dengan rumusan yang dikembangkan beberapa sarjana di negara asal IPS yakni Amerika Serikat. Seperti sudah disebutkan sebelumnya bahwa IPS berasal dari mata pelajaran Social Studies yang juga dikembangkan di beberapa negara selain Amerika Serikat.
Pemikir social studies, Barr, Barth, dan Shermis (1978) menyatakan bahwa Social Studies merupakan pengintegrasian ilmu-ilmu sosial dan budaya untuk tujuan kewarganegaraan. Hal di atas lebih ditegaskan oleh Mehlinger (1987) bahwa IPS tanpa berintikan pendidikan kewarganegaraan akan kabur dan membingungkan.
Hal lain ditekankan oleh Fenton. Menyangkut isi IPS, apakah “social studies singular or plural, is or are” ? Dalam bukunya Teaching the New Social Studies (1967), Fenton berpendapat bahwa IPS bukanlah bidang studi yang tunggal seperti pelajaran Bahasa Inggris atau Matematika, tetapi merupakan sekelompok bidang studi yang saling berhubungan yang meliputi Ilmu Politik, Ekonomi, Sosiologi, Geografi, Antropologi, Psikologi, dan Sejarah. Masalahnya adalah apakah memang hanya dapat berisi ilmu-ilmu sosial, ataukah dapat memuat disiplin ilmu selain ilmu-ilmu sosial?
Definisi IPS yang dikembangkan oleh Edgar Wesley adalah yang paling bertahan lama. Wesley menyatakan bahwa IPS adalah “penyederhanaan ilmu-ilmu sosial untuk tujuan pendidikan”. Dalam definisi ini kemudian ditambahkan bahwa “the term social studies implies no particular organization but rather refers to the educational activities systematically planned by the school to improve human relationships”(Keller, 1967 : 2).
Pada definisi-definisi di atas ditunjukkan tujuan social studies, khususnya untuk kepentingan pendidikan, adalah membantu meningkatkan kemampuan generasi muda dalam membuat keputusan-keputusan yang bernalar sebagai warga negara yang secara kultural memiliki keragaman dalam masyarakat yang demokratis.
Tujuan utama dan pertama dari social studies adalah pendidikan kewarganegaraan dalam arti untuk mempersiapkan peserta didik menjadi warga Negara yang baik.
Beberapa hal yang dibutuhkan untuk mencapainya adalah :
- Pengetahuan
- Ketrampilan yang dibutuhkan untuk memproses informasi
- Nilai-nilai dan kepercayaan
- Partisipasi sosial.
Pertama, aspek penalaran (pengetahuan dan pemahaman) mencakup pemahaman tentang sejarah dan kebudayaan sendiri dan umat manusia, lingkungan geografis, cara manusia memerintah bangsanya, struktur kebudayaan dan cara hidup manusia, pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terhadap peningkatan taraf hidup manusia, dan pengaruh pertambahan penduduk terhadap lingkungan fisik dan sumber daya alam.
Kedua, aspek nilai dan sikap, meliputi bermacam-macam norma sosial dan nilai-nilai sosiokultural yang bertumpu pada ideologi Pancasila dalam kehidupan masyarakat kita yang plural dan beragam. Ketiga adalah aspek keterampilan. Dalam hal ini adalah ketrampilan-ketrampilan yang berhubungan dengan kesanggupan peserta didik untuk mewujudkan pengetahuan dan pemahamannya ke dalam tindakan konkrit sehingga yang bersangkutan dapat memperkenalkannya dalam kehidupan sehari-hari bermasyarakat. Ketrampilan sosial di sini mencakup ketrampilan berpikir kritis, mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi oleh lingkungannya, mengambil keputusan, memperoleh dan mengolah informasi, dan sebagainya.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 22 Tahun 2006, tujuan pembelajaran IPS di tingkat Sekolah Dasar dirumuskan sebagai berikut:
- Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya
- Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial
- Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan
- Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerja sama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar